Ilmuwan Bingung: Alam Semesta Terlalu Halus?

Alam Semesta yang Menantang Teori

Selama puluhan tahun, para ilmuwan meyakini bahwa alam semesta adalah jaringan besar berisi galaksi, materi gelap, dan energi misterius yang membentuk pola rumit di ruang-waktu. Dalam teori kosmologi modern, semua ini dijelaskan melalui model Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM) — kerangka besar yang berhasil menggambarkan bagaimana alam semesta berkembang sejak Big Bang hingga hari ini.

Namun kini, hasil pengamatan terbaru dari survei besar-besaran KiDS-1000 (Kilo-Degree Survey) menimbulkan tanda tanya besar. Dengan memetakan lebih dari 21 juta galaksi, para astronom menemukan bahwa alam semesta tampak 10% lebih halus daripada yang diperkirakan teori.

Perbedaan kecil ini tampak sepele, tetapi dalam skala kosmos, cukup untuk mengguncang fondasi fisika modern.


Dari Big Bang hingga “Benang Kosmik”

Model ΛCDM menjelaskan bahwa setelah Big Bang, materi tersebar tidak merata di seluruh alam semesta. Bagian yang lebih padat menarik materi lain melalui gravitasi, membentuk bintang, galaksi, dan gugus besar. Materi gelap — partikel tak terlihat yang memberikan tarikan gravitasi tambahan — memainkan peran penting dalam membentuk struktur raksasa ini.

Simulasi komputer menggambarkan alam semesta seperti jaring kosmik tiga dimensi, penuh dengan gumpalan dan ruang kosong raksasa (void). Tetapi hasil pengamatan KiDS-1000 tidak menunjukkan gambaran sepadat itu.
Kain ruang-waktu, alih-alih berkerut, tampak lebih lembut dan tenang.

Bagaimana Ilmuwan Mengukurnya?

Tim KiDS-1000 tidak hanya memotret galaksi. Mereka menggunakan teknik canggih bernama lensa gravitasi lemah (weak gravitational lensing). Fenomena ini terjadi ketika cahaya dari galaksi jauh dibelokkan oleh gravitasi galaksi lain di depannya. Dengan mengukur distorsi cahaya tersebut, para ilmuwan bisa memperkirakan distribusi materi gelap di ruang antar-galaksi.

Hasilnya jelas: alam semesta tampak kurang berkerumun (less clumpy) dibandingkan dengan prediksi dari model kosmologi standar yang didasarkan pada radiasi latar belakang kosmik (CMB).
Singkatnya, teori dan observasi tidak sepenuhnya cocok.

Ketidaksesuaian ini dikenal sebagai “tension in cosmic structure” — atau ketegangan dalam struktur kosmos.

Fenomena ini mirip dengan “Hubble tension”, perbedaan antara kecepatan ekspansi alam semesta yang diukur secara lokal dan yang dihitung dari pengamatan CMB.

Kedua ketegangan ini, menurut para ilmuwan, mungkin saling berkaitan.
Jika benar, itu berarti ada sesuatu yang belum kita pahami tentang energi gelap, gravitasi, atau bahkan waktu itu sendiri.

Apakah hukum fisika berubah seiring usia alam semesta? Atau apakah energi gelap tidak konstan, melainkan berfluktuasi secara perlahan dalam ruang dan waktu?

Sains dalam Ketidakpastian

Apakah ini berarti teori ΛCDM salah? Tidak serta-merta.
Sebagian ilmuwan berpendapat perbedaan ini bisa disebabkan oleh bias observasi, kesalahan statistik, atau keterbatasan instrumen. Namun banyak juga yang melihatnya sebagai tanda bahwa ada hukum baru alam yang belum ditemukan.

Beberapa teori alternatif mulai bermunculan:

  1. Energi gelap mungkin tidak konstan, tetapi berubah seiring waktu.
  2. Gravitasi mungkin tidak sepenuhnya seperti yang dijelaskan Einstein.
  3. Atau bahkan, kita hidup dalam “gelembung kosmik” dengan kepadatan berbeda dari bagian lain alam semesta.

Apa pun jawabannya, ketegangan ini membuka ruang bagi paradigma baru dalam fisika teoretis.


Era Baru Observasi Alam Semesta

Kabar baiknya, ilmu pengetahuan tidak berhenti di sini.
Teleskop generasi baru seperti Euclid (ESA) dan Vera Rubin Observatory akan segera memetakan miliaran galaksi dengan presisi luar biasa. Data dari proyek-proyek ini diharapkan akan menjawab apakah alam semesta benar-benar lebih halus — atau apakah kita sekadar melihat ilusi dari keterbatasan manusia.

Jika hasilnya konsisten, dunia fisika mungkin harus menulis ulang sebagian teori kosmologi modern. Tapi jika tidak, setidaknya kita akan memahami lebih dalam tentang seberapa akurat teori Einstein bekerja dalam skala besar.

Alam Semesta dan Kerendahan Hati Manusia

Temuan ini mengingatkan kita bahwa sains tidak pernah final.
Setiap kali manusia merasa sudah memahami alam semesta, data baru muncul dan mengubah segalanya. Einstein dulu mengguncang Newton, kini mungkin giliran Einstein yang diuji ulang oleh semesta itu sendiri.

Ada keindahan dalam ketidakpastian ini.
Bahwa di balik kekacauan kosmos, selalu ada lapisan pengetahuan baru yang menunggu ditemukan.
Bahwa di antara milyaran bintang, manusia — makhluk kecil di planet biru — terus berani bertanya: “Apakah kita benar-benar memahami alam semesta tempat kita hidup?”

Kesimpulan: Alam Semesta Masih Menyimpan Kejutan

Temuan KiDS-1000 bukanlah akhir dari sains, melainkan awal dari bab baru pencarian kosmos.

Jika alam semesta benar-benar lebih halus dari yang kita duga, berarti ada mekanisme besar yang bekerja di balik layar — entah dalam bentuk energi gelap yang berubah, gravitasi yang dinamis, atau hukum fisika baru yang belum kita pahami.

Satu hal pasti: alam semesta tidak pernah berhenti membuat kita kagum.
Dan dalam setiap ketidaksesuaian data, sains menemukan peluang untuk tumbuh — seperti bintang yang lahir dari ketidakseimbangan gravitasi, pengetahuan juga lahir dari ketidaksempurnaan.

Sumber : Livescience

Previous Post Next Post