Astronom Temukan Jejak Sinyal Kuno dari Awal Alam Semesta

Ketika alam semesta masih muda dan gelap, sebelum cahaya dari bintang-bintang pertama menembus kabut kosmik, hidrogen netral meraja dalam “zaman gelap” alam semesta. Sekitar 800 juta tahun setelah Big Bang, muncul fase penting yang dikenal sebagai Era Reionisasi — saat radiasi ultraviolet dan sinar-X dari bintang dan lubang hitam pertama mulai mengionisasi hidrogen di ruang antar galaksi, membuat alam semesta menjadi transparan bagi cahaya. Namun, hingga kini fase transisi ini tetap menjadi salah satu misteri terbesar kosmologi modern.


Dalam penelitian baru yang dirilis oleh tim astronom, data hampir satu dekade pengamatan dari teleskop radio Murchison Widefield Array (MWA) di Australia Barat dianalisis dengan teknik penyaringan canggih untuk mencari “bisikan” radio kuno dari jejak transisi hidrogen netral — yaitu sinyal 21 cm. Sinyal ini sangat lemah dan tertutup oleh kebisingan radio jauh lebih kuat dari galaksi kita, atmosfer Bumi, hingga interferensi instrumen. Oleh karena itu, deteksinya sangat menantang. Namun melalui penyaringan foreground (sinyal pengganggu) dan pemodelan statistik, tim berhasil menyajikan peta radio paling bersih sejauh ini dari alam semesta muda. 

Walaupun mereka belum mengonfirmasi deteksi pasti sinyal 21 cm, hasilnya sudah cukup untuk menolak skenario “cold start” ekstrem ketika alam semesta dalam kondisi sangat dingin sebelum bintang pertama menyala. Dengan kata lain, data menunjukkan bahwa gas hidrogen antar galaksi pada era tersebut kemungkinan telah “dipanaskan” oleh radiasi sinar-X dari lubang hitam awal atau sisa-sisa bintang masif, sebelum pengionan penuh terjadi. 

Sinyal 21 cm berasal dari transisi halus antara keadaan spin proton dan elektron pada atom hidrogen. Ketika spin mereka berpindah, atom memancarkan atau menyerap foton dengan panjang gelombang sekitar 21 sentimeter (frekuensi ~1,42 GHz dalam keadaan lokal). Karena alam semesta mengembang, gelombang ini bergeser (redshift) sehingga frekuensi yang terdeteksi di Bumi berada jauh di bawah nilai asli. Sinyal ini bertindak seperti termometer kosmik, mencerminkan suhu dan kepadatan gas hidrogen pada masa itu. 

Penelitian ini menjadi batu pijakan penting—meski belum “menangkap” sinyalnya secara langsung, batas atas (upper limits) kekuatan sinyal sudah jadi lebih ketat. Peta radio baru ini membantu mempersempit kondisi fisik yang mungkin terjadi pada era reionisasi awal: seberapa panas gas bisa menjadi, dari mana pemanasan itu berasal, dan bagaimana gaya radiasi dari objek pertama membentuk transisi menuju alam semesta transparan. 

Ke depan, observatorium generasi baru seperti Square Kilometre Array (SKA) di Australia dan Afrika mampu menawarkan sensitivitas jauh lebih tinggi dan memiliki peluang untuk mendeteksi sinyal 21 cm secara langsung. Dengan instrumen lebih sensitif dan data lebih banyak, para astronom berharap dapat melihat “jejak transisi” secara real time — ketika bintang dan lubang hitam pertama menyalakan alam semesta. 

Bahwa alam semesta kemungkinan telah dipanaskan sebelum pengionan penuh membawa konsekuensi pada model pembentukan galaksi dan lubang hitam awal. Jika radiasi sinar-X dari lubang hitam dan bintang masif sudah aktif lebih awal dari yang diperkirakan, skema pertumbuhan galaksi harus disesuaikan. Ia juga berarti bahwa struktur awalan yang terbentuk dalam medium antar galaksi tidak sekaku yang diasumsikan model-model jagat kosmik tradisional.

Bagi pembaca Blogspot yang tertarik memotret masa awal alam semesta, ke depan kita bisa menyaksikan bab baru kosmologi melalui sinyal radio kuno. Tujuannya adalah menyamai satu hari sinyal 21 cm sebagai “gambar raksasa” mata manusia untuk era ketika alam semesta mulai menyala. Artikel ini bisa kamu gunakan sebagai kerangka dasar untuk menjelaskan bagaimana astronom menyusuri jejak yang hilang dari “zaman gelap” dan menyingkap sejarah kosmik lewat gelombang radio mikro terdahulu.

Previous Post Next Post