Mengapa Otak Kita Melihat Dunia dengan Cara yang Sama: Rahasia Persepsi Bersama Manusia

Saat Anda dan teman mengamati seekor anjing di pantai, mungkin tampak wajar bahwa kalian keduanya menyebutnya “anjing di pantai”. Namun di balik kesederhanaan itu tersimpan paradoks biologis yang menarik: otak tiap orang berbeda struktur, jaringan neuron serta koneksinya tidak sama, dan pola aktivitas neuron ketika melihat objek tidak bisa 1-satu dicocokkan antar individu. Meski demikian, manusia secara konsisten menghasilkan persepsi yang serupa terhadap objek yang sama. Bagaimana itu bisa terjadi?



Penelitian terbaru dari kolaborasi antara Reichman University dan Weizmann Institute mencoba menjawab misteri itu dengan merekam aktivitas neuron secara langsung pada pasien epilepsi yang menggunakan elektroda otak (implanted electrodes). Metode ini memungkinkan pengamatan aktivitas neuron real-time—bukan sekadar prediksi atau inferensi—saat mereka melihat serangkaian gambar, seperti hewan atau objek sehari-hari. Ternyata, meskipun neuron yang aktif berbeda tiap individu, pola relasional antar respons (seberapa mirip respons satu objek terhadap objek lain) relatif tetap dan serupa di semua otak yang diuji. (Neuroscience News: “Why Your Brain and Mine Agree on What We See”) 

Penemuan ini membuka cara pandang baru tentang persepsi: bukan bagaimana satu neuron merespons objek tertentu, melainkan bagaimana pola respons terhadap objek-objek berbeda saling terhubung. Misalnya, dalam satu otak, respons terhadap “anjing” bisa lebih mirip dengan “kucing” daripada “gajah”. Di otak orang lain, neuron yang merespons mungkin berbeda, tetapi hubungan (relasi) antara “anjing–kucing” dan “anjing–gajah” tetap serupa. Inilah kode relasional yang menandai persepsi bersama manusia terhadap dunia visual. 

Pola relasional tersebut diduga menjadi esensi “bahasa internal” otak untuk mengorganisir informasi visual. Dengan pendekatan ini, kita dapat memahami bagaimana persepsi serupa muncul dari otak berbeda. Penemuan ini juga menarik karena membuka jalur ke integrasi penelitian otak manusia dengan model kecerdasan buatan (AI). Jika kita bisa meniru pola relasional tersebut dalam jaringan saraf buatan, AI bisa mengenali objek dengan cara yang lebih “manusiawi”.

Studi ini memiliki dampak besar dalam memahami representasi otak umum (shared representation) dan konsep synchrony neuron lintas individu (neural synchrony) — yaitu kesamaan dalam fluktuasi aktivitas otak antar orang saat mengalami stimulus yang sama. Neural synchrony telah menjadi konsep penting dalam penelitian interaksi sosial, komunikasi, dan empati: ketika orang berbagi pengalaman atau mendengarkan cerita bersama, aktivitas otak mereka bisa menjadi “sinkron” secara temporal.  Penemuan pola relasional yang konsisten memperkuat gagasan bahwa persepsi kita terhubung tidak hanya pada level fenomenal, tetapi juga pada struktur representasi internal yang serupa.

Walaupun hasil ini menarik, ada tantangan dan batasan. Pengujian dengan hanya pasien epilepsi memberi konteks terbatas — bagaimana jika aktivitas otak dalam populasi umum atau pada kondisi non-klinis? Adakah objek visual yang lebih kompleks (misalnya adegan alam, abstraksi) dimana pola relasional berbeda lebih dramatik antar individu? Penelitian lebih lanjut harus memperluas sampel, tipe stimulus, dan metode pencitraan otak non-invasif, seperti fMRI atau MEG.

Selain itu, konsep shared perception tidak menafikan bahwa persepsi individu tetap unik. Struktur koneksi otak, pengalaman sebelumnya, konteks budaya, dan belajar memengaruhi interpretasi visual. Hanya saja, pola relasional tampaknya menawarkan “kerangka dasar” yang membuat persepsi kita selaras meskipun banyak perbedaan internal.

Dalam perspektif yang lebih luas, temuan ini menyentuh topik konvergensi antara kognisi sosial dan neurosains: bagaimana pikiran bersama muncul dari struktur otak berbeda. Dalam konteks komunikasi, storytelling, dan interaksi manusia, pola persepsi bersama memungkinkan kita memahami satu sama lain—bahwa “apa yang saya lihat” dan “apa yang kamu lihat” tidak hanya kebetulan mendekati, melainkan tertanam dalam kode otak yang universal.

Bagi pembaca Blogspot, penemuan ini mengajak kita melihat otak tidak sebagai mesin individual yang eksklusif, melainkan sebagai sistem yang memetakan dunia dengan “seni hubungan” internal yang serupa antar orang. Meskipun neuron yang merespons berbeda-beda, hubungan antara respons itulah yang menciptakan kesatuan visual manusia bersama.

Previous Post Next Post