Ilmuwan Ciptakan Generator Angka Acak ‘Anti Curang’ dari Dunia Kuantum

Keacakan digunakan dalam banyak aspek kehidupan modern: siapa yang terpilih juri, nomor lotere “quick pick”, atau audit pajak. Namun muncul pertanyaan mendasar: bagaimana kita bisa memastikan bahwa angka acak benar-benar acak dan tidak bisa dimanipulasi? Sebuah penelitian baru meluncurkan protokol yang diklaim “cheat-proof”, yaitu protokol yang memastikan bahwa tak ada satu pihak pun dapat menipu atau meretas generator angka acak. Artikel tersebut dipublikasikan pada 11 Juni 2025 di Nature, dan diulas oleh Celina Zhao di Science News. 

Kebanyakan sistem penghasil angka acak dalam praktik sehari-hari sebenarnya hanyalah pseudorandom, artinya mereka menggunakan algoritma deterministik. Dalam kondisi tertentu, bila algoritma itu diketahui atau diretas, output-nya bisa ditebak. Bahkan metode “acak” sederhana seperti menekan tombol secara acak memiliki pola yang bisa diprediksi berdasarkan kebiasaan manusia atau karakteristik perangkat. Oleh karena itu, sistem yang benar-benar acak hanya bisa dicapai jika kita memanfaatkan dunia kuantum, di mana partikel-partikel berada dalam kondisi superposisi dan hasil pengukurannya tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Protokol baru ini menggunakan uji Bell tanpa celah (loophole-free Bell test) untuk memastikan bahwa entanglement (ketidaklokalan kuantum) benar-benar terjadi dan bahwa hasil pengukuran tak bisa dipengaruhi oleh faktor luar. Dengan begitu, meskipun perangkat yang menghasilkan angka acak tidak dapat dipercaya sepenuhnya, keseluruhan sistem tetap dapat diverifikasi sebagai acak secara formal — suatu pendekatan yang disebut device-independent randomness

Untuk menjamin bahwa tak ada lembaga atau individu tunggal yang memiliki kontrol penuh, protokol tersebut menyebarkan kepercayaan ke beberapa institusi dan memanfaatkan struktur data kriptografi yang disebut hash chain (rantai hash). Rantai hash ini dihubungkan dalam lima struktur hash yang dikelola oleh tiga institusi independen, dan kemudian digabung menjadi satu sistem yang bisa dicek publik. Dengan cara ini, setiap permintaan atau keluaran angka acak dapat dilacak — layaknya sebuah “tanda terima” kriptografis. Bagian inti dari protokol ini dikenal dengan nama Twine protocol, yang memungkinkan integrasi rantai hash dari beberapa beacon acak ke dalam suatu jaringan kepercayaan yang transparan. 

Salah satu penerapan nyata dari protokol ini diwujudkan oleh NIST dan rekan-rekannya melalui sistem bernama Colorado University Randomness Beacon (CURBy). CURBy secara otomatis menghasilkan angka acak baru setiap hari dan menyiarkannya secara publik melalui internet. Keunikan sistem ini adalah bahwa setiap angka acak yang dihasilkan dapat diverifikasi publik dan dapat ditelusuri kembali ke uji Bell kuantum. Dalam 40 hari pertama operasinya, protokol ini berhasil memproduksi angka acak sebanyak 7.434 kali dari 7.454 percobaan — mencatat tingkat keberhasilan 99,7 %. 

Pentingnya sistem seperti ini menjadi lebih jelas jika kita memikirkan konteks di mana keamanan dan integritas angka acak sangat krusial. Bayangkan jika hasil undian bisa diramal, atau sistem audit bisa dimanipulasi — maka integritas proses hukum, keadilan sosial, dan keamanan siber bisa terganggu. Oleh karena itu, kemampuan memastikan bahwa angka acak tidak dapat ditebak atau diubah adalah sebuah terobosan besar.

Di balik mekanisme kuantum dan hash kriptografi ini, protokol tersebut menawarkan transparansi dan auditabilitas publik. Siapa pun dapat memeriksa dan memverifikasi bahwa angka acak yang diumumkan memang benar-benar acak dan tidak disusupi. Hal inilah yang membedakan sistem ini dari generator acak konvensional yang sering diragukan karena bisa saja memiliki “pintu belakang” atau kelemahan tersembunyi. 

Protokol ini juga memanfaatkan pendekatan terdesentralisasi: bukan satu entitas yang mengontrol seluruh sistem, tetapi beberapa lembaga dipercaya untuk menjalankan segmen tertentu, menghasilkan redundansi dan keamanan. Dengan menyatukan hasil-hasil dari berbagai lembaga melalui Twine, sistem ini membentuk jaringan “kepercayaan kolektif” yang sangat sulit diretas atau dikompromikan. 

Terobosan ini bukanlah langkah pertama dalam usaha menghasilkan angka acak yang jujur secara ilmiah. Beberapa penelitian sebelumnya sudah mengusulkan dan mengembangkan randomness extractor untuk “memurnikan” sumber acak lemah (seperti noise lingkungan) menjadi input yang lebih mendekati acak sejati. Selain itu, eksperimen Bell telah lama digunakan dalam fisika kuantum untuk memverifikasi sifat ketidaklokalan, dan eksperimen semacam itu kini dijadikan dasar untuk menghasilkan angka acak yang tervalidasi. 

Namun menghadirkan protokol ini dalam praktik tidaklah mudah. Eksperimen Bell khasnya sensitif dan memerlukan koordinasi presisi antara perangkat terpisah, pengurangan kebocoran informasi, serta integrasi sistem kriptografi. Awalnya, cobanya butuh waktu lama dan tingkat keluaran angka acak relatif rendah. NIST dan timnya bekerja keras untuk membuat sistem ini robust dan otomatis agar bisa menghasilkan angka acak “on demand”.

Dengan menggunakan protokol cheat-proof ini, sistem publik bisa memiliki beacon acak yang tak dapat diubah atau ditebak sebelumnya. Angka-angka yang diumumkan dapat digunakan dalam konteks di mana kepercayaan publik sangat penting: misalnya pemilihan juri, lotere publik, pemilihan acak dalam audit, maupun penugasan sumber daya secara acak. Semua itu bisa dilakukan secara transparan dan aman berkat validasi kriptografi dan prinsip ketidakpastian kuantum. 

Penelitian ini menjadi lampu bagi masa depan sistem acak publik. Protokol cheat-proof seperti ini memungkinkan kita berpindah dari “mengasumsikan kejujuran” ke “memverifikasi kejujuran”. Dalam dunia di mana keadilan, keamanan, dan transparansi semakin penting, teknologi seperti ini bisa menjadi fondasi baru untuk memastikan bahwa “acakan” benar-benar acak — dan tak bisa dipalsukan.

Previous Post Next Post